5 Dampak Buruk Anak Kekurangan Gizi, Bunda Harus Tahu!

mybabymine.com - Masalah gizi anak kerap kali membuat para orang tua pusing. Apalagi, saat membaca informasi yang menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 3 anak di bawah 5 tahun, atau lebih dari 200 juta anak balita, mengalami kekurangan gizi.
Selain itu, 2 dari 3 anak berusia 6 bulan hingga 2 tahun tidak diberi makanan yang mendukung tubuh dan otaknya, seperti telur, susu, ikan, daging, buah, dan sayuran.
Akibatnya, anak berisiko tinggi mengalami perkembangan otak yang buruk, pembelajaran yang lemah, peningkatan infeksi, dan dalam banyak kasus, kematian.
Belum lagi, seiring bertambahnya usia anak, paparan terhadap makanan yang tidak sehat juga semakin mengkhawatirkan.
Sebagian besar ini didorong oleh iklan yang tidak tepat, serta banyaknya makanan olahan, makanan cepat saji, dan minuman manis yang dikonsumsi oleh anak.
Nah, artikel ini merincikan apa saja dampak buruk anak kekurangan gizi dan upaya yang bisa orang tua lakukan untuk mengatasinya.
Dampak Buruk Anak Kekurangan Gizi
1. Gangguan pertumbuhan
Setiap nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan si Kecil. Tingkat penyerapan dan penggunaan nutrisi pun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia anak.
Apabila Bunda tidak memberikan makanan yang tepat, dapat mengganggu tumbuh kembang normal si Kecil, termasuk otot, mata, tulang, dan giginya.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan anak makanan sehat dalam jumlah yang tepat, sehingga nutrisi yang diperlukannya terpenuhi dengan cukup.
2. Karies gigi hingga kram otot
Kebiasaan mengonsumsi makanan kaya gula dan lemak, seperti pizza, burger, atau jus kemasan, dapat menyebabkan masalah kesehatan pada anak, termasuk peluruhan gigi anak usia dini (ECTD), tulang cacat, dan kram otot.
Kondisi ini merupakan dampak paling umum akibat sering mengonsumsi makanan rendah kalsium dan magnesium.
Jadi, para orang tua perlu memastikan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak cukup kalsium dan magnesium untuk mendukung pertumbuhan otot, tulang, dan gigi yang optimal.
3. Kegemukan dan obesitas
Bunda mungkin beranggapan bahwa anak yang 'gemuk' merupakan bukti asupan gizinya terpenuhi dengan cukup.
Faktanya, kegemukan (overweight) bahkan obesitas pada anak adalah akibat penyerapan zat gizi yang buruk di dalam tubuh.
Kebiasaan makan makanan yang tidak sehat, yaitu rendah serat, vitamin, dan mineral, serta tinggi kalori dan lemak, dapat menyebabkan anak mengalami obesitas di kemudian hari.
Tidak hanya itu, anak juga berisiko mengalami komplikasi medis dalam jangka panjang, seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.
4. Fungsi memori dan keterampilan kognitif terganggu
Otak anak dapat diibaratkan sebagai 'spons' yang bisa merekam semua hal di sekitarnya.
Momen ini sangat penting bagi anak, karena perkembangan otak yang cepat dalam mengembangkan kapasitas untuk belajar. Selain itu, anak juga bisa membangun keterampilan kognitif, memori, dan fokus untuk bekerja.
Tentunya, selama proses ini, anak perlu nutrisi spesifik untuk mendukung perkembangan otak yang optimal, seperti:
- Kolin.
- Asam folat.
- Zat besi.
- Seng.
- Tembaga.
- Yodium.
- Selenium.
- Vitamin A.
- Beberapa lemak khusus, seperti gangliosida, sphingolipid, dan asam docosahexaenoic.
Namun, asupan nutrisi yang buruk dapat menyebabkan anak kekurangan gizi selama masa perkembangan otaknya.
Oleh sebab itu, Bunda harus terus memantau perkembangan mental si Kecil untuk menilai apakah pertumbuhan otaknya sudah optimal.
Berikut beberapa indikasi otak anak berkembang dengan baik:
- Usia 1-2 tahun: anak mampu mengucapkan kalimat dengan 2-4 kata dan menggunakan objek untuk ditiru.
- Usia 2-3 tahun: anak mampu mengucapkan kalimat yang lebih panjang, mengembangkan ego yang kuat, menggunakan kata ganti, serta mengidentifikasi gambar atau foto.
5. Ketidakmampuan belajar
Makanan yang dikonsumsi anak dapat memainkan peran penting dalam kemampuannya untuk belajar.
Jika anak suka menolak makan buah-buahan, sayuran, dan produk susu, sudah bisa dipastikan anak mengalami kekurangan gizi.
Kondisi tersebut dikaitkan dengan defisit nutrisi, seperti vitamin A, B6, B12, C, zat besi, seng, folat, dan kalsium.
Selain itu, kekurangan zat besi pada anak dapat berdampak pada penurunan IQ di kemudian hari.
Apalagi, otak si Kecil tumbuh dengan cepat, dan pada saat yang sama, peka terhadap pasokan nutrisi yang tidak mencukupi.
Makanan cepat saji, makanan olahan dengan banyak pengawet, gula, dan lemak 'jahat', dapat mengurangi fokus dan memperlambat proses pemikirannya.
Bunda juga harus mengetahui bahwa makanan-makanan seperti ini dapat mengintensifkan serangan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), bahkan meningkatkan disleksia pada si Kecil, mengurangi konsentrasi, meningkatkan disgrafia, serta menghambat sensasi visualnya.
Jika anak Bunda menunjukkan gejala-gejala, seperti berlarian berlebihan di rumah, perilaku destruktif, atau ketidakmampuan untuk tidur di malam hari, itu mungkin karena ia mengalami kekurangan gizi.
Si Kecil juga mungkin menunjukkan inkoordinasi visual dan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah sederhana.
Kesimpulan
Bunda harus mulai menanamkan kebiasaan makan yang baik dan sehat pada si Kecil. Mirip dengan yang dilakukan orang dewasa, hanya saja ukuran porsinya lebih kecil.
Si Kecil harus mengonsumsi makanan sehat yang kaya akan protein, buah, sayuran, biji-bijian, dan produk susu, karena kalsium (yang banyak dalam produk susu) sangat penting untuk tulang dan gigi yang sehat.
Sementara itu, serat (yang banyak dalam buah dan sayuran) juga penting untuk melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit.
Jadi, jangan biarkan si Kecil terlalu sering mengonsumsi makanan olahan, makanan cepat saji, dan minuman manis demi masa depannya, ya Bunda!
Editor & Proofreader: Afrillia Yenita
-
Referensi :
- Parent Circle. Nutrition is vital in laying the foundation of a healthy child. Here's how a poor diet impacts a child's health.
- SF Gate (2018). Children With Poor Nutrition.
- UNICEF. Poor diets damaging children’s health worldwide, warns UNICEF.